Minggu, 25 Maret 2012

Pengembangan Keilmuan Profesionalisme Guru

Pengembangan Keilmuan Profesionalisme Guru MI
Oleh : Junaidi
A.       Pengertian Guru
Dalam paradigma Jawa, pendidik diidentikkan dengan guru, yang mempunyai makna "Digugu dan ditiru" artinya mereka yang selalu dicontoh dan dipanuti.[1] Sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia adalah seorang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya) mengajar. Dalam bahasa Arab disebut mu’allim dan dalam bahasa Inggris disebut Teacher. Itu semua memiliki arti yang sederhana yakni "A Person Occupation is Teaching Other" artinya guru ialah seorang yang pekerjaannya mengajar orang lain.
Menurut Ngalim Purwanto bahwa guru ialah orang yang pernah memberikan suatu ilmu atau kepandaian kepada seseorang atau sekelompok orang. Ahmad Tafsir mengemukakan pendapat bahwa guru ialah orang-orang yang bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik dengan mengupayakan perkembangan seluruh potensi anak didik, baik potensi afektif, kognitif maupun psikomotorik. Sedangkan menurut Hadari Nawawi bahwa pengertian guru dapat dilihat dari dua sisal. Pertama secara sempit, guru adalah ia yang berkewajiban mewujudkan program kelas, yakni orang yang kerjanya mengajar dan memberikan pelajaran di kelas. Sedangkan secara luas diartikan guru adalah orang yang bekerja dalam bidang pendidikan dan pengajaran yang ikut bertanggung jawab dalam membantu anak-anak dalam mencapai kedewasaan masing-masing.
Pengertian-pengertian diatas menurut Muhibbin Syah masih bersifat umum, dan oleh karenanya dapat mengundang bermacam-macam interpretasi dan bahkan juga konotasi (arti lain). Pertama adalah kata "seorang (A Person) bisa mengacu pada siapa saja asal pekerjaan sehari-harinya (profesinya) mengajar. Dalam hal ini berarti bukan hanya dia yang sehari-harinya mengajar disekolah yang dapat disebut guru, melainkan juga dia-dia yang lainnya yang berprofesi (berposisi) sebsagai Kyai di pesantren, pendeta di gereja, instruktur di balai pendidikan dan pelatihan, kedua adalah kata "mengajar" dapat pula ditafsirkan bermacam-macam misalnya:
·       Menularkan (menyampaikan) pengetahuan dan kebudayaan kepada orang lain (bersifat kognitif)
·       Melatih keterampilan jasmani kepada orang lain (psikomotorik)
·       Menanamkan nilai dan keyakinan kepada orang lain (afektif)
Dari beberapa pengertian diatas dapat diambil sebuah konklusi bahwa yang dimaksud guru adalah seorang atau mereka yang pekerjaannya khusus menyampaikan (mengajarkan) materi pelajaran kepada siswa disekolah. [2]
Dalam pengertian yang sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi juga di lembaga pendidikan nonformal.[3] Guru memang menampati kedudukan yang terhormat di masyarakat. Kewibawaanlah yang menyebabkan guru dihormati, sehingga masyarakat tidak meragurakan figur guru. Masyarakat yakin bahwa gurulah yang dapat mendidik anak didik mereka agar menjadi orang yang berkepribadian mulia.
Dengan demikian dapat disimpulkan  bahwa guru adalah semua orang yang berwenang dan bertanggung jawab untuk membimbing dan membina anak didik, baik secara individu maupun secara klasikal, di sekolah maupun di luar sekolah.
B.       Mewujudkan Guru Ideal
Kesuksesan pendidikan sangat dipengaruhi oleh kualitas guru. Jika guru berkualitas baik, tentunya mutu pendidikan pun akan membaik. Itu pun berlaku sebaliknya. Jika mutu guru rendah, tentu mutu pendidikan pun akan terpengaruh. Maka, mutu pendidikan teramat dipengaruhi oleh mutu guru. Berbicara tentang mutu guru, perkenankanlah saya untuk berpendapat tentang Guru Ideal. Jujur, saya sering gelisah jika bertemu dengan rekan-rekan guru. Saya teramat prihatin dengan kondisi mentalnya. Entahlah, apakah Anda juga mengalami kegelisahan itu? Yang jelas, saya menulis ini berdasarkan pengamatanku. Saya berpendapat bahwa guru ideal belumlah menjadi impian mereka. Rerata guru hanya mengajarkan pengetahuan kepada peserta didiknya.
Menurut saya, guru ideal itu mempunyai lima ciri. Oleh karena itu, semua guru semestinya berusaha mewujudkan kelima cirri tersebut. Pertama, memiliki jiwa pengabdian. Dalam pandangan sekarang ini, kita melihat bahwa jiwa pengabdian guru sudah terkikis. Jarang dan teramat jarang ditemukan guru yang mempunyai jiwa pengabdian. Rerata mereka sekadar mengejar gaji dan uang. Mereka hanya bekerja jika diiming-imingi penghargaan. Tentu guru ideal tidak boleh memiliki jiwa ini. Guru ideal mesti mempunyai pengabdian yang baik kepada negeri. Kedua, guru ideal selalu gemar belajar. Anak sekolah sekarang sudah pintar. Mereka sudah dapat menggunakan computer dan internet. Namun, banyak guru masih gaptek alias tidak dapat menggunakan computer. Tentunya guru akan ketinggalan. Bagaimana guru akan memandaikan siswa sementara dirinya belum pandai? Maka, guru mesti belajar dan selalu meng-up date keilmuannya. Guru ideal adalah guru pembelajar.
Ketiga, menjadi motivator. Guru perlu memamerkan kepandaiannya kepada peserta didik. Para guru harus menjadi contoh dan figur bagi siswanya. Penguasaan materi, penguasaan teknologi, dan penguasaan bahasa mesti dimiliki agar dapat memotivasi siswanya. Kelak siswa pasti akan meniru keberhasilan gurunya. Guru ideal adalah guru motivator.
Keempat, gemar berbagi. Guru juga menjadi bagian komunitas lingkungan, baik di tempat tinggalnya maupun sekolahnya. Dengan kondisi demikian, guru mesti mempunyai jiwa berbagi. Ilmu pengetahuan tidak perlu disimpan agar menuai keberkahan. Teramat disayangkan, guru sering tidak memiliki jiwa ini karena kemalasannya. Apanya yang mau dibagi karena dirinya justru miskin keilmuan?
Kelima, menjauhi budaya konsumerisme. Semua orang berhak kaya jika memang ia mempunyai kemampuan untuk menjadi orang kaya. Namun, itu akan berbalik 180 derajat jika dipaksakan.[4]
C.       Kode Etik Guru
Kode etik guru diartikan sebagai aturan tata susila keguruan. Menurut Wetsby Gibson kode etik guru dikatakan sebagai suatu stetemen formal yang merupakan normal (aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru.
Berbicara mengenai kode etik guru indonesia berarti kita membicarakan guru di negara kita. Berikut akan dikemukakan kode etik guru indonesia sebagai hasil rumusan kongres PGRI XIII pada tanggal 21 sampai dengan 25 November 1973 di Jakarta, terdiri dari sembilan item, yaitu:[5]
1.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk pembangunan yang ber-Pancasila.
·        Guru menghendaki hak individu dan kepribadian anak didiknya masing-masing.
·        Guru berusaha mensukseskan pendidikan yang serasi (jasmaniah dan rohaniah) bagi anak didiknya.
·        Guru harus menghayati dan mengamalkan Pancasila.
·        Guru dengan bersungguh-sungguh mengintensifkan Pendididkan Moral Pancasila bagi anak didiknya.
·        Guru melatih dalam memecahkan masalah-masalah dan membina daya kreasi anak didik agar kelak dapat menunjang masyarakat yang sedang membangun.
·        Guru membantu sekolah di dalam usaha menanamkan pengetahuan keterampilan kepada anak didik.
2.      Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
·        Guru menghargai dan memperhatikan perbedaan dan kebutuhan anak didiknya masing-masing.
·        Guru Hendaknya luas di dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
·        Guru memberi pelajaran di dalam menerapkan kurikulum tanpa membeda-bedakan jenis dan posisi orang tua muridnya.
3.      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
·        Komunikasi guru dan anak didik di dalam dan di luar sekolah dilandaskan pada rasa kasih saying.
·        Untuk berhasilnya pendidikan, maka guru harus mengetahui kepribadian anak dan latar belakang keluargannya masing-masing.
·        Komunikasi guru ini hanya diadakan semata-mata untuk kepentingan pendidikan anak didik.
4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid dengan sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
·        Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah sehingga anak didik betah berada dan belajar di sekolah.
·        Guru menciptakan hubungan baik dengan orang tua murid sehingga dapat terjalin pertukaran informasi timbal balik dengan anak didik.
·        Pertemuan dengan orang tua murid harus diadakan secara teratur.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolahnya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
·        Guru memperluas pengetahuan masyarakat mengenai profesi keguruan.
·        Guru turut menyebarkan program-program pendidikan dan kebudayaan kepada masyarakat sekitarnya,sehingga sekolah tersebut turut berfungsi sebagai pusat pembinaan dan pengembangan pendidikan dan kebudayaan di tempat itu.
·        Guru harus berperan agar dirinya dan sekolahnya dapat berfungsi sebagai unsur pembaru bagi kehidupan dan kemajuan daerahnya.
·        Guru turut bersama-sama masyarakat sekitarnya di dalam beraktivitas.
·        Guru mengusahakan terciptanya kerja sama yang sebaik-baiknya antara sekolah, orang tua murid, dan masyarakat bagi kesempurnaan usaha pendidikan atas dasar kesadaran bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah,orang tua murid dan masyarakat.
6.      Guru secara sendiri-sendiri dan atau bersama-sama Mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
a.       Guru melanjutkan studinya dengan :
·          Membaca buku-buku
·          mengikuti lokakarya,seminar,gerakan kopersi,dan pertemuan-pertemuan pendidikan dan keilmuan lainnya.
·          mengikuti penataran
·          mengadakan kegiatan-kegiatan penelitian.
b.      Guru selalu bicara, bersikap, dan bertindak sesuai dengan martabat profesinya.
7.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antar sesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun di dalam hubungan keseluruhan.
·        Guru senantiasa bertukar informasi,,pendapat,saling menasihati dan Bantu membantu satu sama lainnta,baik dalam kepentingan pribadi maupun dalam menunaikan tugas prfesinya.
·        Guru tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan nama baik rekan-rekan seprofesinya dan menunjang martabat guru baik secara keseluruhan maupun pribadi.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara,membina,dan meningkatkan organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
·        Guru menjadi anggota dan membantu organisasi guru yang bermaksud membina profesi dan pendidikan pada umumnya.
·        Guru senantiasa berusaha meningkatkan persatuan diantara sesama pengabdi pendidikan.
·        Guru senantiasa berusaha agar menghindarkan diri dari sikap-skap,ucapan-ucapan dan tindakan-tindakan yang merugikan organisasi.
9.      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerinah dalam bidang pendidikan.
·        Guru senantiasa tunduk terhadap kebijaksanaan dan ketentuan-ketentuan pemerintah dalam bidang pendidikan.
·        Guru melekukuan tugas profesinya dengan diplin dan rasa pengabdian.
·        Guru berusaha membantu menyebarkan kebijaksanaan dan program pemerintah dalam bidang pendidikan kjepada orang tua murid dan masyarakat sekitarnya
·        Guru berusaha menunjang terciptanya kepemimpinan pendidikan di lingkungan atau di daerah sebaik-baiknya.
Kode etik  guru dalam melaksanakan tugas ini apabila tidak diatur, maka kinerja guru dalam mengembangkan keilmuannya kadang-kadang  dapat menyimpang dari objektivitasnya, dan yang menjadi korban adalah generasi bangsa kita. Bila diperhatikan dari bidang tugasnya itu, maka kode etik guru ini minimal meliputi tiga hal yakni (1) kompoten dalam mengajarkan bidang studinya, (2) profesional dalam melaksanakan tugas guru (3) trampil dan benas dalam melaksanakan kinerjanya seorang guru.[6]

D.      Profesionalisme Guru Dalam Dunia Keilmuan Pendidikan
Guru dalam proses pembelajaran pada suatu lembaga pendidikan berfungsi sebagai mediator dalam penyampaian materi-materi yang diajarkan kepada peserta didik, untuk kemudian ditindak lanjuti oleh peserta didik dalam kehidupan nyatanya, baik di dalam sekolah maupun di luar sekolah. Dalam proses pembelajaran ini, untuk menjadi guru yang profesional, hendaknya guru memiliki dua kategori, yaitu capability dan loyality, artinya guru itu harus memiliki kemampuan dalam bidang ilmu yang diajarkannya, memiliki kemampuan teoritik tentang mengajar yang baik, dari mulai perencanaan, implementasi sampai evaluasi dan memiliki loyalitas keguruan, yakni loyal kepada tugas-tugas keguruan yang tidak semata-mata di dalam kelas, tapi sebelum dan sesudah di kelas.
Pekerjaan guru merupakan profesi atau jabatan yang memerlukan keahlian khusus. Pekerjaan ini tidak bisa dilakukan oleh sembarang orang di luar bidang kependidikan. Disini perlu diingat bahwa tugas profesi guru meliputi : mendidik, mengajar dan melatih. Mendidik berarti meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan tekhnologi. Sedangkan melatih berarti mengembangkan keterampilan-keterampilan kepada anak didik. Sementara tugas sosial guru tidak hanya terbatas pada masyarakat saja, akan tetapi lebih jauh guru adalah orang yang diharapkan mampu mencerdaskan bangsa dan mempersiapkan manusia-manusia yang cerdas, terampil dan beradab yang akan membangun masa depan bangsa dan negara. Semakin akurat para guru melaksanakan fungsinya, semakin terjamin tercipta dan terbinanya sumber daya manusia yang andal dalam melakukan pembangunan bangsa.
Secara sederhana tanggung jawab guru adalah mengarahkan dan membimbing para murid agar semakin meningkat pengetahuannya, semakin mahir keterampilannya dan semakin terbina dan berkembang potensinya. Dalam hubungan ini ada sebagian ahli yang mengatakan bahwa guru yang baik adalah guru yang mampu melaksanakan inspiring teaching, yaitu guru yang melalui kegiatan mengajarnya mampu mengilhami murid-muridnya. Melalui kegiatan mengajar yang dilakukannya seorang guru mampu mendorong para siswa agar mampu mengemukakan gagasan-gagasan besar dari murid-muridnya.
Persoalan guru dalam dunia pendidikan senantiasa mendapat perhatian besar dari pemerintah maupun masyarakat. Pemerintah memandang mereka sebagai media yang sangat penting, artinya bagi pembinaan dan pengembangan bangsa. Mereka adalah pengemban tugas-tugas sosial kultural yang berfungsi mempersiapkan generasi muda sesuai dengan cita-cita bangsa. Sementara masyarakat memandang pekerjaan guru merupakan pekerjaan istimewa yang berbeda dengan pekerjaan-pekerjaan lain. Dalam pandangan masyarakat, pekerjaan guru bukan semata-mata sebagai mata pencaharian belaka yang sejajar dengan pekerjaan tukang kayu atau pedagang atau yang lain. Pekerjaan guru menyangkut pendidikan anak, pembangunan negara dan masa depan bangsa.
Berbicara tentang kerja yang profesional mengharuskan kita untuk mengetahui terlebih dahulu pengertian profesi sebagai bentuk dasar kata profesional tersebut. Menurut Volmer dan Mills, bahwa pada dasarnya profesi adalah sebagai suatu spesialisasi dari jabatan intelektual yang diperoleh melalui studi dan training, bertujuan mensuplay keterampilan melalui pelayanan dan bimbingan pada orang lain untuk mendapatkan bayaran (fee) atau (salary) gaji. Dalam prespektif sosiologi, bahwa profesi itu sesungguhnya suatu jenis model atau tipe pekerjaan ideal, karena dalam realitasnya bukanlah hal yang mudah untuk mewujudkannya.
Sedangkan profesionalisme adalah proses usaha menuju ke arah terpenuhinya persyaratan suatu jenis model pekerjaan ideal berkemampuan, mendapat perlindungan, memiliki kode etik profesionalisasi, serta upaya perubahan struktur jabatan sehingga dapat direfleksikan model profesional sebagai jabatan elit. Sedangkan profesi itu sendiri pada hakekatnya adalah sikap bijaksana (informend responsiveness) yaitu pelayanan dan pengabdian yang dilandasi oleh keahlian, kemampuan, teknik dan prosedur yang mantap diiringi sikap kepribadian tertentu. Dari pengertian di atas, dapat dipahami bahwa sebuah profesi mengandung sejumlah makna yang dapat disimpulkan sebagai berikut : Profesi adalah suatu jabatan atau pekerjaan profesi dipilih oleh seseorang atas kesadaran yang dalam
profesi terkandung unsur pengabdian
Dengan demikian, bekerja secara profesional berarti bekerja secara baik dan dengan penuh pengabdian pada satu pekerjaan tertentu yang telah menjadi pilihannya. Guru yang profesional akan bekerja dalam bidang kependidikan secara optimal dan penuh dedikasi guna membina anak didiknya menjadi tenaga-tenaga terdidik yang ahli dalam bidang yang menjadi spesialisnya. Hal ini dengan sendirinya menuntut adanya kemampuan atau keterampilan kerja tertentu. Dari sisi ini, maka keterampilan kerja merupakan salah satu syarat dari suatu profesi. Namun tidak setiap orang yang memiliki keterampilan kerja pada satu bidang tertentu dapat disebut sebagai profesional.
Keterampilan kerja yang profesional didukung oleh konsep dan teori terkait. Dengan dukungan teori ini memungkinkan orang yang bersangkutan tidak saja menguasai bidang itu, akan tetapi juga mampu memprediksi dan mengontrol suatu gejala yang dijelaskan oleh teori itu. Atas dasar inilah, maka pekerjaan profesional memerlukan pendidikan dan latihan yang bertaraf tinggi yang kalau diukur dari jenjang pendidikan yang ditempuh memerlukan pendidikan pada tingkat perguruan tinggi. Dengan berbekal profesionalisme yang tingi pada setiap pendidik (guru) tersebut, maka dunia pendidikan di Indonesia akan menjadi terangkat.
Namun dewasa ini, dunia pendidikan kita sedang dilanda krisis “profesionalisme guru”, khususnya yang terjadi pada lembaga pendidikan Pendidikan, karena disebabkan oleh berbagai hal. Hal tersebut menjadi problematika dunia pendidikan dan menjadi belenggu bagi terciptanya suatu tatanan pendidikan yang mapan dalam upaya penciptaan mutu lulusan yang capabel di bidang keilmuannya, skillnya dan bahkan akhlaqnya. Krisis profesionalisme guru dalam dunia pendidikan merupakan problematika tersendiri bagi dunia pendidikan dalam menciptakan mutu yang baik yang disebabkan oleh kurangnya kesadaran guru akan jabatan dan tugas yang diembannya serta tanggung jawab keguruannya. Guru hanya menganggap “mengajar” sebagai kegiatan untuk mencari nafkah semata atau hanya untuk memperoleh salary dan sandang pangan demi survival fisik jangka pendek, agaknya akan berbeda dengan cara seseorang yang memandang tugas atau pekerjaannya sebagai calling profesio dan amanah yang hendak dipertanggung jawabkan di hadapan Tuhan. Disamping itu munculnya sikap malas dan tidak disiplin waktu dalam bekerja dapat bersumber dari pandangannya terhadap pekerjaan dan tujuan hidupnya. Karena itu, adanya etos kerja yang kuat pada seseorang guru memerlukan kesadaran mengenai kaitan suatu pekerjaan dengan pandangan hidupnya yang lebih menyeluruh dan memberinya keinsyafan akan makna dan tujaun hidunya.
Hal yang mempengaruhi terhadap lemahnya sikap profesionalisme dan etos kerja guru disebabkan oleh dua faktor penting :
Faktor pertimbangan internal, yang menyangkut ajaran yang diyakini atau sistem budaya dan agama, semangat untuk menggali informasi dan menjalin komunikasi.
Faktor pertimbangan eksternal yang menyangkut pertimbangan historis, termasuk di dalamnya latar belakang pendidikan dan lingkungan alam di mana ia hidup, pertimbangan sosiologis atau sistem sosial di mana ia hidup dan pertimbangan lingkungan lainnya.
Dalam konteks pertimbangan eksternal, terutama yang menyangkut lingkungan kerja, ada beberapa hal yang dapat mempengaruhi semangat kinerja guru, yaitu : (1) volume upah yang dapat memenuhi kebutuhan seseorang (2) suasana kerja yang menggairahan atau iklim yang ditunjang dengan komunikasi demokrasi yang serasi dan manusiawi antara pimpinan dan bawahan (3) penanaman sikap dan pengertian di kalangan pekerja (4) sikap jujur dan dapat dipercaya dari kalangan pimpinan terwujud dalam kenyataan (5) penghargaan terhadap need for achievement (hasrat dan kebutuhan untuk maju) atau penghargaan terhadap yang berperstasi (reward and punishment) dan (6) sarana yang menunjang bagi kesejahteraan mental dan fisik.

E.       Telaah Epistemologis Menuju Profesionalisme Guru dalam Dunia Keilmuan pendidikan.
Menghadapi problematika dunia pendidikan dewasa ini yang berkaitan dengan penyiapan tenaga pendidik (guru) yang profesional merupakan tantangan tersendiri yang membutuhkan penyelesaian secara epistemologis. Problematika tersebut antara lain, mampukah dunia pendidikan menghasilkan lulusan yang dapat memainkan peranan secara fungsional di tengah-tengah dunia keilmuan yang sedang berkembang, dan mampukah dunia pendidikan menciptakan mutu lulusan yang mampu mengangkat dunia keilmuan Pendidikan seperti sedia kala (seperti masa keemasan dunia keilmuan Pendidikan).
Tantangan tersebut bila dapat dijawab secara tepat akan menjadi peluang yang akan memberikan keuntungan yang luar biasa bagi terciptanya profesionalisme guru yang berimplikasi pada penyiapan mutu lulusan yang mampu mengangkat dunia keilmuan Pendidikan. Hal tersebut perlu dikemukakan karena secara kelembagaan dunia pendidikan dengan ujung tombak guru merupakan lembaga yang dipercaya untuk menyiapkan kader pemimpin masa depan bangsa. Berkaitan dengan ini, maka upaya untuk membangun profesionalisme guru secara epistemologis tidak dapat ditunda-tunda lagi. Untuk itu, beberapa pemikiran epistemologis guna menciptakan profesionalisme guru yang dapat mengangkat dunia keilmuan Pendidikan di bawah ini perlu dipertimbangkan dan direnungkan.
Pertama, telah banyak pemikiran yang dikemukakan para ahli dalam rangka menjawab pertanyaan yang dihadapi lembaga pendidikan tersebut. Sebagian pakar mengajukan konsep cooperative learning. Argumen yang diajukan berkenaan dengan konsep ini adalah masalah-masalah yang kita hadapi dewasa ini dan di masa depan sebenarnya bersifat saling berkaitan dan lebih tepat kalau dipandang sebagai jaringan-jaringan masalah yang kompleks. Dengan konsep belajar itu, setiap masalah akan didekati dengan pendekatan yang bersifat holistic dan integrated, mengingat masalah pendidikan bukanlah masalah yang bersifat hierarkis struktural, melainkan saling terkait dengan masalah lain secara horizontal. Kerja sama dunia pendidikan dengan lembaga-lembaga pendidikan lainnya, perusahaan, industri, yayasan dan lain sebagainya sangat diperlukan dalam rangka pembinaan dan peningkatan profesionalisme guru dalam mempersiapkan mutu lulusan yang mampu menciptakan kemajuan dalam dunia keilmuan Pendidikan seperti halnya kemajuan yang pernah dicapai oleh dunia keilmuan Pendidikan tempo dulu.
Kedua, Torstein Hussein dalam bukunya Learning Society, sebagaimana dikutip oleh Abudin Nata mengajukan konsep yang disebut sebagai “masyarakat belajar”. Menurut konsep ini, belajar di masa sekarang tidak dapat hanya dilakukan di ruang kelas, tetapi dengan cara mengintegrasikan seluruh sumber informasi yang ada di masyarakat ke dalam kegiatan belajar mengajar. Bahan-bahan informasi yang terdapat di berbagai media massa, seperti surat kabar, majalah, radio, televisi, komputer dan lain sebagainya harus didayagunakan untuk kepentingan proses pembelajaran. Melalui hal ini, guru akan mendapatkan suatu arahan, pembinaan mengenai hal-hal yang dapat meningkatkan keprofesionalannya dalam proses pembelajaran di lembaga pendidikan di mana ia bertugas, sehingga ia dapat dengan mudah menciptakan kualitas dan mutu peserta didiknya yang up to date dan sesuai dengan harapan masyarakat.
Ketiga, problematika dunia pendidikan sebagaimana dikemukakan di atas, menghendaki dunia pendidikan menata ulang berbagai aspek pendidikan yang selama ini dilakukan. Aspek-aspek pendidikan seperti dasar pendidikan, tujuan, kurikulum, metode dan pendekatan yang digunakan, sarana dan prasarana yang tersedia, lingkungan, evaluasi dan sebagainya perlu ditinjau ulang. Mengingat gurulah yang berada paling depan dalam kegiatan pendidikan, maka guru harus memiliki kesadaran dan tanggung jawab akan tugas dan profesi yang diembannya dan jangan pernah menganggap profesinya itu sebagai kegiatan untuk mencari uang saja atau untuk hidup survive dalam waktu jangka pendek. Dalam diri guru harus ditanamkan sikap tanggung jawab yang tinggi terhadap tugas yang diembannya dan guru harus memiliki sikap-sikap sebagai manusia yang berfikir rasional, dinamis, kreatif, inovatif, beroientasi pada produktivitas, bekerja secara profesional, berwawasan luas, berpikir jauh ke depan, menghargai waktu dan seterusnya. Selain itu, diperlukan penanaman kepribadian yang tangguh dan pembudayaan akhlaqul karimah dalam setiap perbuatan kesehariannya agar menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya.
Keempat, dalam rangka penyiapan profesionalisme guru yang mampu mengangkat terhadap dunia keilmuan Pendidikan, diperlukan kerja sama dari berbagai pihak, utamanya pemimpin lembaga pendidikan sebagai pembuat kebijakan di sekolah. Dalam hal ini, pemimpin lembaga pendidikan Pendidikan hendaknya memiliki pandangan ke depan (visioner) terhadap lembaga pendidikan yang dipimpinnya, sehingga ia akan termotivasi untuk selalu meningkatkan kinerja stafnya (termasuk guru) menuju kepada profesionalitas yang tinggi dalam rangka menyiapkan mutu lulusannya yang mampu mengangkat dunia keilmuan Pendidikan. Di samping itu, untuk meningkatkan profesionalisme gurunya, pemimpin hendaknya memiliki strategi yang efektif dan efisien dalam mewujudkan guru yang profesional tersebut, sehingga visi, misi dan target pendidikan yang berlangsung dalam lembaga yang dipimpinnya dapat tercapai, apakah dengan memberikan reward bagi yang berhasil dan sukses atau memberikan pengarahan lebih lanjut atau bahkan punishment bagi mereka yang tidak mau meningkatkan keprofesionalannya dan lain sebagainya.
Disamping peran pemimpin dalam lembaga pendidikan, maka diperlukan pula political will atau kebijakan politis dari pemerintah dalam rangka menciptakan guru yang profesional, misalnya dengan memberikan penyuluhan, pelatihan, pemberian dana dalam upaya peningkatan profesionalitas guru agar supaya tercipta sosok guru yang profesional dan bertanggung jawab terhadap tugas yang diembannya. Tentunya dengan adanya kerja sama dari berbagai pihak tersebut, maka tantangan apapun yang berkaitan dengan upaya peningkatan profesionalisme guru dapat teratasi dengan mudah.[7]

F.        Kompetensi Keilmuan Guru
Kompetensi guru sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Republik Indonesia nomor 14 tahun 2005 meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut dapat dideskripsikan sebagai berikut:
1.      Kompetensi pedagogik merupakan kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran, sekurang-kurangnya meliputi (1) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan, (2) pemahaman terhadap peserta didik, (3) pengembangan kurikulum/silabus, (4) perancangan pembelajaran, (5) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis, (6) pemanfaatan teknologi pembelajaran, (7) evaluasi proses dan hasil belajar, dan (8) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
2.      Kompetensi kepribadian sekurang-kurangnya mencakup (1) berakhlak mulia, (2) arif dan bijaksana, (3) mantap, (4) berwibawa, (5) stabil, (6) dewasa, (7) jujur, (8) mampu menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat, (9) secara objektif mengevaluasi kinerja sendiri, dan (10) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan.
3.      Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat, sekurang-kurangnya meliputi (1) berkomunikasi lisan, tulisan, dan/atau isyarat, (2) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional,(3) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, pimpinan satuan pendidikan, orang tua/wali peserta didik, (4) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar dengan mengindahkan norma serta sistem nilai yang berlaku, dan (5) menerapkan prinsip-prinsip persaudaraan dan semangat kebersamaan.
4.      Kompetensi profesional merupakan kemampuan guru dalam menguasai pengetahuan bidang ilmu, teknologi, dan/atau seni yang sekurang-kurang meliputi penguasaan (1) materi pelajaran secara luas dan mendalam sesuai standar isi program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampunya, dan (2) konsep-konsep dan metode disiplin keilmuan, teknologi, atau seni yang relevan yang secara konseptual menaungi atau koheren dengan program satuan pendidikan, mata pelajaran, dan/atau kelompok mata pelajaran yang diampu. [8]
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan bidang studi baik disiplin ilmu (diciplinary content) maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (pedagogical content); (c) penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan.
G.      Kesimpulan
            Tanggung jawab seorang guru adalah besar baik dunia maupun tanggung jawabnya dihadapan Allah nantinya karena seorang guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik begitu juga dalam pandangan  masyarakat guru itu adalah orang yang melaksanakan pendidikan di tempat-tempat tertentu, tidak mesti di lembaga pendidikan formal, tetapi juga di lembaga pendidikan nonformal oleh karena profesionalisme seorang guru sangat dituntut dalam mengembangkan keilmuannya dalam bidang pendidikan, karena apabila seorang guru tidak mempunyai sebuah keahlian atau keilmuan, maka akan menciptakan generasi-generasi bangsa yang bodoh nantinya.
            Maka dalam kajian pendidikan seorang guru itu harus mempunya kode etik mengajar yang baik maka kode etik guru ini minimal meliputi tiga hal yakni (1) kompoten dalam mengajarkan bidang studinya, (2) profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai guru (3) trampil dan benar dalam melaksanakan kinerjanya seorang guru.










DAFTAR REFERENSI

Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogyakarta: Ar-Ruzz  Media, 2010)
Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005)
http://guraru.org/news/2012/01/26/149/mewujudkan_guru_ideal.html
H. Djohar, MS, Guru , Pendidikan dan Pembinaannya, (Yogyakarta: Grafika Indah, 2006)
http://wiki.bestlagu.com/pendidikan/173453-profesionalisme-guru-dalam-dunia-keilmuan-pendidikan.html
http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=keilmuan%20guru



[1] Muhammad Nurdin, Kiat Menjadi Guru Profesional, (Jogyakarta: Ar-Ruzz  Media, 2010), hal. 19.
[3] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hal. 31.
[4] http://guraru.org/news/2012/01/26/149/mewujudkan_guru_ideal.html
[5] Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik,,,,, hal. 50.
[6] H. Djohar, MS, Guru , Pendidikan dan Pembinaannya, (Yogyakarta: Grafika Indah, 2006), hal. 40.
[7] http://wiki.bestlagu.com/islam/173453-profesionalisme-guru-dalam-dunia-keilmuan-islam.html
[8] http://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=keilmuan%20guru

Tidak ada komentar:

Posting Komentar