A. Pengantar
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi. Pertama pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri setiap individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam. Keindahan-keindahan yang terpendam tersebut perlu untuk ditampakkan kepermukaan laut sehingga dapat dirasakan keberadaannya. Dalam diri setiap manusia memiliki pelbagai bakat dan kemampuan yang apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.[1]
Dari kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi bentuk pendidikan yang berlandasakn al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat
Rasulullah Saw juga menegaskan bahwa setiap individu muslim baik pria maupun wanita berkewajiban mengenyam pendidikan yang layak dan baik, sebagaiman yang disabdakan oleh beliau Saw:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِم
Artinya:
Dari Anas bin Malik beliau berkata: Rasulullah Saw bersabda: Menuntut ilmu adalah kewjiban bagi setiap individu muslim. (H.R Ibnu Majah)[2]
Berdasarkan tinjauan di atas, maka penulis dalam makalah ini berusaha untuk mengupas secara tahlily kandungan matan suatu hadis yang berhubungan dengan tujuan pendidikan yakni, Sabda Rasulullah Saw:
مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Terjemahannya: Barang siapa yang meniti jalan untuk mencaari ilmu, maka Allah memudahkan baginya jalan menuju surga.
Dari uaraian di atas, terdapat beberapa problematika yang selanjutnya akan penulis bahas pada makalah ini, yaitu; Bagaimanakah kualitas sanad dan matan dari hadis tersebut ?; apa tujuan pendidikan yang terkandung pada hadis tersebut?.
B. Takhrij, Susunan Sanad dan Matan Hadits
Berdasarkan hasil penelusuran dengan menggunakan kitab al-Mu’jam al-Mufahrath li Alfadh al-Hadith al-Nabawiy melalui lafal سَلَكَ[3] dan لَمَسَ [4]ditemukan petunjuk bahwa hadis tersebut terdapat dalam beberapa kitab hadis diantaranya:
1. Al-Bukhary dalam Shahih al-Jami’ Kitab; ‘Ilm Bab. Al-‘Ilmu Qabla al-Qauli wa al-‘Amali.
2. Muslim dalam Shahih, Kitab; al-Dhikr Bab; Fad}l al-Ijtima’ ‘Ala Tilawat al-Qur-an wa ‘Ala al-Dhikr, No. Hadis; 38 (2699).
3. Abu Dawud, dalam Sunan Abu Dawud, Kitab; al-‘Ilm, Bab; al-Hatstsu ‘Ala Talab al-‘Ilm, No. Hadis; 3643.
4. Al-Tirmidhy dalam Sunan, Kitab; al-‘Ilm, Bab; Ma Ja-a fi Fadhl al-Fiqh ‘Ala al-‘Ibadah, No. Hadis; 2682, dan Kitab; al-Qira-at, Bab; Ma Ja-a Anna al-Qur-an Unzila ‘Ala Sab’at Ahruf, Bab Minhu, No. Hadis; 2945.
Berdasarkan hasil temuan di atas, berikutnya penulis akan menyusun sanad dan matan hadis sesuai dengan urutan mukharrij, hal ini dilakukan untuk mempermudah proses studi terhadap sanad dan kandungan matan (redaksi) hadis. Pada bagian lain matan hadis yang akan ditampilkan pada susunan sanad dan matan hadis hanyalah matan hadist yang sesuai dan semakna dengan matan hadis yang telah disebutkan pada bagian pendahuluan mengingat bahwa diantara redaksi hadis tersebut merupakan bagian dari hadis yang panjang (ahadits al-thiwal). Berikut susunan sanad dan redaksi hadis;
1. Redaksi dari Shahih al-Jami’ karya al-Bukhary
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ بِهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة.[5]
Terjemahannya: Dan barangsiapa yang meniti jalan untuk menuntut ilmu, maka Allah Swt akan memudhkan baginya jalan menuju surga.
2. Redaksi dari Shahih Muslim
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى التَّمِيمِيُّ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَمُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ الْهَمْدَانِيُّ وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى قَالَ يَحْيَى أَخْبَرَنَا و قَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ... وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة...[6]
Terjemahannya: Telah disampaikan kepada kami oleh Yahya bin Yahya al-Tamimy dan Abu Bakar bin Aby Shaibah dan Muhammad bin al-‘Ala al-Hamadany dan lafadh milik Yahya, Yahya berkata telah diberitahukan kepada kami, dan dua lainnya (Ibn Aby Shaibah dan al-Hamadany) berkata telah disampaikan kepada kami oleh Mu’awiyah dari al-A’masy dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
3. Redaksi dari Sunan Abu Dawud
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا زَائِدَةُ عَنْ الْأَعْمَشِ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا مِنْ رَجُلٍ يَسْلُكُ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا إِلَّا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقَ الْجَنَّةِ...[7]
Terjemahannya: Telah disampaikan kepada kami oleh Ahmad bin Yunus, telah disampaikan kepada kami oleh Zaidah dari al-A’mash dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah dia berkata: Tidak sesorang yang meniti jalan untuk menuntut ilmu kecuali Allah Swt akan memudahkan baginya jalan menuju surga…
4. Redaksi dari Sunan al-Tirmidhy
حَدَّثَنَا مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ حَدَّثَنَا أَبُو أُسَامَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ عَنْ أَبِي صَالِحٍ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ...وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة...[8]
Terjemahannya: Telah disampaikan kepada kami oleh Mahmud bin Ghaylan, Telah disampaikan kepada kami oleh Abu Usamah, Telah disampaikan kepada kami oleh al-A’mash dari Abu Salih, dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ….Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga…
C. Studi Sanad dan Matan Hadits
Dari seluruh riwayat yang telah disebutkan terdahulu, tampak bahwa hadis yang dikaji mayoritasnya bermuara pada satu sahabat yakni Abu Hurairah dan satu kepada Abu al-Darda’, sementara riwayat al-Bukhary merupakan bagian dari riwayat yang mu’allaq (yakni riwayat tanpa sanad) dari al-Bukhary. Adapun sanad yang akan penulis teliti adalah sanad Abu Dawud dan sanad At-Tirmidzi adalah sebagai berikut:
Jalur Abu Dawud:
Dari dua sampel hadis sebagaimana yang tertuang di atas dapat dibuat skema sanad sebagai berikut :
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ |
أَبِي هُرَيْرَةَ |
أَبِي صَالِح |
الْأَعْمَشُ |
زَائِدَةُ |
أَبُو أُسَامَةَ |
مَحْمُودُ بْنُ غَيْلَانَ |
أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ |
ابودواود |
قَالَ
عَنْ
عَنْ
عَنْ حَدَّثَنَا
حَدَّثَنَا حَدَّثَنَا
حَدَّثَنَا حَدَّثَنَا
Setelah dibuat rangkaian sanad pada dua jalur sebagaimana yang terlihat dalam bagan di atas, dapat diketahui sejumlah 6 (enam) periwayat hadis. Urutan nama periwayat dan urutan sanad hadist tersebut adalah :
1. Jalur Abu Dawud
a. Abu Hurairah (wafat tahun 57 H ) periwayat ke-1 (sanad ke-6)
b. Abi Shalih ( Wafat tahun 101 H) periwayat ke-2 (sanad ke-5)
c. Al-A’mash ( Wafat tahun 147 H) Periwayat ke-3 (sanad ke-4)
d. Zaidah bin Qadimah ( Wafat tahun 161 H) periwayt ke-4 (sanad ke-3)
e. Ahmad bin Yunus (Wafat tahun 227 H) periwayat ke-5 (sanad ke-2)
f. Abu Dawud (Wafat tahun 275 H) periwayat ke-6 (mukharrij)
2. Jalur At-Turmidzi
a. Abu Hurairah (wafat tahun 57 H ) periwayat ke-1 (sanad ke-6)
b. Abi Shalih ( Wafat tahun 101 H) periwayat ke-2 (sanad ke-5)
c. Al-A’mash ( Wafat tahun 147 H) Periwayat ke-3 (sanad ke-4)
d. Muhammad Bin Qailani (wafat tahun 339 H) periwayat ke- 4(sanad ke-3)
e. Abu Usamah (wafat tahun 201 H) periwayat ke-5 (sanad ke- 2)
f. At-Turmidzi (wafat tahun,,,,,, H) periwayat ke-6 (mukharrij)
D. Penelitian dan Persambungan Sanad
1. Jalur Abu Dawud
a. Abu Hurairah (wafat tahun 57 )
Nama lengkapnya Abdurrahman bin Saqar sedangkan nama panggilannya adalah Abu Hurairah ia wafat di Madinah pada tahun 57 H.
Abu Hurairah menerima hadist dari Abi Bin Qa’ab Bin Qayis (Abu Mudin), Asmah Bin Zayid Bin Harsyah Bin Syarhabi (Abu Muhammad) dan Basrah Bin Abi Basrah dan lain-lainnya.
Abu hurairah menyampaikan hadist kepada Ibrahim Bin Ismail, Ibrahim Bin Abdullah Bin Qirad, Daqun (Abu Shalih) dan lain-lain.
Kualitas periwataran hadist Abu Hurairah dapat diketahui dari perkataan Min Li Shahabati Waratabatuhum Asma Nurotabu Li Adhalati Wa Tawafiq.
b. Abi Shalih ( Wafat tahun 101 H)
Nama lengkap Zaqon sedangkan nama panggilannya adalah Abi Shalih dan ia wafat di Madinah pada tahun 101 H.
Abi Shalih menerima hadist dari Ibrahim bin abdullah bin qurud, Ishaq Mauli Saidah (Abu Abdullah), Abdurrahman Bin Saqar (Abu Hurairah) dan lain-lain.
Abi Shalih menyampaikan hadist kepada Ibrahim Bin Abi Maimunah, Azruq Bin Qayis, Sulaiman Bin Mahrun (Abu Muhammad ) dan lain-lain.
Kualitas periwayatan hadist Abi Shalih dapat diketahui dari perkataan Ahmad Bin Hambal Tsiqoh, Lisaji yang menyatakan Tsiqoh Tsuduk, Yahya Bin Main yang menyatakan Tsiqoh, Abu Za’ah Li Rozi yang menyatakan Tsiqoh Mustaqim Lihadist, Abu Khutim Al Ruzi yang menyatakan Tsiqoh Shaleh Lihadist Yatajubihi, Muhammad Bin Saat yang menyatakan Tsiqoh.
c. Al-A’mash ( Wafat tahun 147 H)
Nama lengkapnya al-A’mash sedangkan nama panggilan Sulaiman bin Mahrun dan ia wafat di Kuffah pada tahun 147 H.
Al-A’Mash menerima hadist dari Ibrahim bin Yazid Bin Syariq (Abu Asmak), Ibrahim Bin Yazid Bin Qayis (Abi Amrun), Zaqun (Abu Shalih) dan lain-lain.
al-A’Mash menyampaikan hadist kepada Ibnu bin Tarlib (Abu Saad), Ibrahim bin Sulaiman bin Ruzain (Abu Ismail), Saidah bin qadimah (abu shalah) dan lain-lain.
Kualitas periwayatan hadist al-A’Mash dapat diketahui dari perkataan Ali bin Limudini yang menyatakan Hafidul Ilma Fitatu Fadhaqaluhudin Fihim, Yahya bin Ma’in yang menyatakan Tsiqoh, Nasai yang menyatakan Siqah Sabit, Ajali yang menyatakan Siqah Sabit, Abu Khatim Arrazi yang menyatakan Tsiqoh Yahtaju Tihadisah, Ibnu Hibban yang menyatakan Ziqruhu Filisiqah Waqala: Qun Madlis.
d. Zaidah bin Qadimah ( Wafat tahun 161 H)
Nama lengkapnya Saidah bin Qadimah sedangkan nama panggilannya Abu Lishalah dan ia wafat di Kuffah pada tahun 161 H.
Saidah bin Qadimah menerima hadist dari Ibrahim bin Muslis (Abu Ishaq), Ibrahim bin Mahajir bin Jabar (Abu Ishaq), Sulaiman bin Mahdun (Abu Muhammad) dan lain-lain.
Saidah bin Qadimah menyampaikan hadist kepada Ibrahim bin Muhammad bin Haris bin Asma’ bin Kharijah (Abu Ishaq), Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qayis (Abi Abdullah) dan lain-lain.
Kualitas periwayatan hadist Saidah bin Qadimah dapat diketahui dari perkataan Abu Zar’ah Arrazi yang menyatakan Tsuduq, Al’ijli yang menyatakan Tsiqoh, Abu Khatim Arrazi yang menyatakan Tsiqoh, Annasai yang menyatakan Tsiqoh, Muhammad bin Saad yang menyatakan Tsiqoh Makmun, Daruquni yang menyatakan Man Lasabit
e. Ahmad bin Yunus (Wafat tahun 227 H)
Nama lengkapnya Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qayis sedangkan nama panggilannya Abu Abdullah ia wafat di Kuffah pada tahun 227 H.
Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qayis menerima hadist dari Ibrahim bin Saad bin Ibrahim bin Abdurrahman bin Aufs (Abu Ishaq), Abu Bakar bin Isa bin Salam (Abu Bakar), Zaidah bin Qadimah (Abu Lishalah).
Ahmad bin Abdullah bin Yunus bin Abdullah bin Qayis menyampaikan hadist kepada Ibrahim bin Yacob bin Ishaq (Abu Ishaq), Said bin Marun bin Ali, Sulaiman bin Mahrun dan lain-lain.
Kualitas periwayatannya hadist Ahmad bin Yunus dapat diketahui dari perkataan Abu Qarim Arrazi yang menyatakan Tsiqoh Muttaqin, Muhammad bin Saad yang menyatakan Tsiqoh Tsuluq, al-I’jli yang menyatakan Tsiqoh, Nasa’i yang menyatakan Tsiqoh, Usman bin abi Syaibah yang menyatakan Tsiqoh Walaishah bi hujjah, Ibnu Hibban yang menyatakan Niqruhu filisiqati.
f. Abu Dawud (Wafat tahun 275 H)
Nama lengkapnya adalah Abû Dâwud Sulaimân bin al-Asy’as bin Syaddâd al-Azdî al-Sijistânî. Ia lahir pada tahun 202 H. Ia malang melintang ke berbagai negeri dan berulang kali keluar masuk Baghdad. Ia tinggal di Basrah dan meninggal di sana pada 16 Syawwal 275 H.
2. Jalur At-Turmidzi.
a. Abu Usamah (wafat tahun 201 H)
Nama lengkapnya Hamad Bin Asamah Bin Zaid sedangkan nama panggilannya Abu Usamah ia wafat di Kuffah pada tahun 201 H.
Abu Usamah menerima hadist dari Ibrahim bin Muhammad bin Liharis bin Asmah bin Qaras (Abu Ishaq), Ijalah bin Abdullah Hujaiyah (Abu Hujaiyah), Sulaiman bin Mahrun (Abu Muhammad) dan lain-lain.
Abu Usamah menyampaikan hadist kepada Ibrahim ibnu Said (Abu Ishaq), Ibrahim bin Musa bin Yazid bin Syidan (Abu Ishaq), Mahmud bin Qailani (Abu Ahmad) dan lain-lainnya.
Kualitas periwayatannya hadist Abu Usamah dapat diketahui dari perkataan Ahmad bin Hambal yang menyatakan Tsiqoh Sabta La Yaqadhu Yaqta’ah, Yahya bin Ma’in yang menyatakan Tsiqoh. Li’aji yang menyatakan Tsiqoh,Muhammad bin Saad yang menyatakan Tsiqoh Ma’mun Yadlusu Wa Yabyanu Tadlisah, Ibnu Habban yang menyatakan Zikruhu Fi Lisiqah, Zahbi yang menyatakan Hujjah
.
b. Muhammad Bin Qailani (wafat tahun 339 H)
Nama lengkapnya Mahmud Bin Qailan sedangkan nama panggilannya adalah Abu Ahmad ia wafat di Bagdad pada tahun 339 H.
Muhammad bin Qailani menerima hadist dari Azhar Bin Saad (Abu Bakar), Azhar Bin Qazim (Abu Bakar), Hamad Bin Asamah Bin Zaid (Abu Usamah) dan lain-lain.
Muhammad bin Qailani menyampaikan hadist kepada Ahad Syiwa Li Imam Bukhari, Muslim, Tirmidi, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, Adhi Romi.
Kualitas periwayatannya hadist Muhammad bin Qailani dapat diketahui dari perkataan Ahmad bin Hambal yang menyatakan i’rafah bin Hadist, Abu Khatim Arruzi yang menyatakan Tsiqoh, Nasai yang menyatakan Tsiqoh, Musailamah bin Qasim yang manyatakan Tsiqoh, Ibnu hiban yang manyatakan Ziqruhi Filisiqah.
c. At- Turmizdi.........
D. Pemahaman Hadits
Hadis yang dikaji dalam makalah ini merupakan salah satu daiantara sekian banyak hadis Rasulullah Saw. baik dalam bentuk qawliyyah, fi’liyyah, maupun taqririyyah dimana beliau Saw sebagai seorang yang ummy (buta baca tulis) memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu dan pendidikan. Beliau mengangkat derajat dan sangat memuliakan para pemilik ilmu, kemudian beliau menerapkan nilai-nilai etika yang harus dipedomani oleh orang yang berilmu. Ini menunjukkan begaimana sunnah Rasulullah Saw. telah terlebih dahulu menciptakan kaidah paling akurat dan nilai-nilai pendidikan paling agung, yang kebanyakan manusia –bahkan dari alangan kaum muslimin sendiri- beranggapan bahwa nilai-nilai pendidikan itu adalah hasil ciptaan alam modern -yang dalam istilah Nashr Hamid Abu Zaid "intaj al-tsaqafy"- yang tidak diketahui kecuali oleh Barat.[9]
Pada hadis tersebut terkandung anjuran dan pahala yang sangat besar bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu melalui berbagai media pendidikan, bahkan Rasulullah Saw memberikan garansi kemudahan mencapai surga bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu.
Perintah meniti jalan-jalan pendidikan untuk mendapat ilmu juga disinggung oleh al-Qur’an salah satunya adalah firman Allah Swt:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahnnya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[10]
Pada ayat di atas Allah Swt memberikan penjelasan secara eksplisit tentang tujuan pendidikan Islam yakni agar dapat mengajarkan kepada kelompok masyarakat tempat mereka hidup dan bersosialisasi, nilai tujuan tersebut agar masyarakat dapat menjaga diri mereka baik secara individual maupun kelompok.
Tujuan pendidikan secara filosofis berdasarkan pehaman dari ayat di atas maupun hadis Rasulullah Saw yang sedang dikaji memberikan penjelaskan bahwa manusia sejatinya adalah makhluk yang disempurnakan dengan akal oleh Allah Swt yang merupakan potensi dasar manusia, dengan potensi dasar tersebut manusia diharuskkan untuk menuntut ilmu melalui proses pendidikan. Oleh karena itu tujuan meninti jalan ilmu pada hakikatnya adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.[11]
Nilai penting lainnya dari memahami hadis di atas adalah bahwa dalam meniti jalan menuntut ilmu terdapat proses pendewasaan jasmani dan rohani.[12] yakni bahwa selain tujuan filosofis terdapat pula tujuan insidental yaitu meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual,[13] sebab dalam meniti jalan menuntut ilmu dibutuhkan ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan-kesulitan dalam belajar, Sebab kesuksesan seorang penuntut ilmu terletak dalam kesabarannya menghadapi berbagai bentuk kesulitan, kesusahan, dan keletihan dalam mengarungi proses pendidikan. Seluruh bentuk kesulitan yang dihadapi oleh penuntut ilmu merupakan proses pendewasaan jasmani dan rohani. Dalam al-Qur'an Allah Swt mengisahkan tentang perjalanan Nabi Musa –‘alaihi al-salam- bersama dengan pembantunya untuk mendapatkan ilmu dari Nabi Khidhr –‘alaihi al-salam- sebagaimana yang Allah firmankan:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Terjemahannya:
Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".[14]
Pada ayat di atas menjelaskan betapa seorang Nabi Allah Swt Musa –‘alihi al-salam- yang bergelar kalim al-rahman (teman dialog bagi Allah Swt) terus berusaha meniti jalan dengan kesabaran menuju ilmu hingga sampai ke tempat penididikan –pertemuan dua buah lautan – dimana beliau akan mendapatkan proses pendidikan lanjutan dari Allah Swt. melalui gurunya yang bernama Khidhr –‘alaihi al-salam-.
Adapun tentang gambaran dimudahkannya seorang peniti jalan dalam menuntut ilmu menuju ke surga, al-Nawawy menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan hal itu adalah hendaknya seseorang menyibukkan dirinya menuntut ilmu-ilmu yang disyari’atkan (al-‘ulum al-syar’iyyah) dengan syarat dia menuntut ilmu hanya mengharap rida Allah Swt, para ulama mempersyaratkan adanya niat yang ikhlas karena Allah Swt dalam menempuh proses pendidikan yang melelahkan sebab mayortitas manusia meremehkan keikhlasan dalam belajar utamanya para pemula.[15] Sebab kemudahan meniti jalan ke surga bagi para peniti jalan menuntut ilmu diukur berdasarkan kadar keihlasannya dalam menjalani proses pendidikan yang melelahkan tersebut.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa makna dari kata thariqan dan ‘ilman dalam hadis tersebut adalah bahwa setiap manusia hendaknya memanfaatkan seluruh media pendidikan yang dapat membantu untuk mendapatkan ilmu utamanya ilmu agama secara bertahap dan berkesinambungan dengan tetap mengedepankan keikhlasan dan kesabaran dalam meniti proses pendidikan baik formal maupun non-formal, dan kemudahan meniti jalan menuju surga dapat dipahami bahwa ilmu dapat membantu memberika kemudahan dalam mengamalkan amal-amal saleh yang dapat dengan mudah pula menghantarkan menuju surga Allah Swt.
E. Penutup
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan pendidikan sebagaimana dibalik pemahaman hadis Nabi Saw yang dikaji secara filosofis adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi. Adapun tujuan insidentalnya adalah untuk dapat meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual yang diitandai dengan kedewasaan jasmani dan rohani.
Dalam pendidikaan terjadi proses tahapan yang menuntut kesabaran dalam menghadapinya sehingga keikhlasan menjadi tuntutan utama sebagaimana yang telah dijelaskan oleh para ulama Islam. Dengan ilmu seseorang dapat beramal saleh dengan mudah yang dapat dengan mudah pula menghantarkannya menuju surga Allah Swt Amin,,,,,,,,,,
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur-an al-Karim.
Abu Dawud, Sulaiman bin al-Ash’ath al-Sijistany al-Azdy. Sunan Abu Dawud. Beirut: Dar Ibn Hazm, 1418 H / 1997 M.
al-‘Asqalany, Ahmad bin 'Aly bin Hajar. Taqrib al-Tahdhib. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H /1994 M.
al-‘Ikry, Abu al-Falah ‘Abd al-Hayyi bin Ahmad bin Muhammad. Shadharat al-Dhahab fi Akhbar man Dhahab. Beirut: Dar Ibn Kathir, 1408 H / 1988 M.
al-Bukhary, Muhammad bin Isma’il. Sahih al-Jami’. Kairo: Maktabah al-Salafiyyah, 1400 H.
al-Mizzy, Jamal al-Din Abu al-Hajjaj Yusuf (654-742 H). Tahzib al-Kamal fi Asma’ al-Rijal. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1413 H / 1992 H.
al-Nawawiy, Yah}ya bin Sharaf. al-Minhaj Sharh Sahih Muslim bin al-Hajjaj. Kaoro: Matba’ah al-Misriyyah, 1349 H / 1930 M.
al-Qardawy, Yusuf. Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban. terj. Abad Badruzzaman. Yogya karta:Tiara Wacana, 2001.
al-Tirmidhy, Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa. Sunan al-Tirmidhy. Riyad: Maktabat al-Ma’arif, T.Th.
Barnadib, Sutari Imam. Pengantar Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Andi Offset, 1993.
Ibn Majah, Abu ‘Abd Allah Muhammad bin Yazid al-Qazwiny. Sunan Ibn Majah. Riyad: Maktabah al-Ma’arif, T.Th.
________, Sunan Ibn Majah. Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th.
Langgulung, Hasan. Asas-asa Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987.
Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21. Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003.
Qushairy, Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Naisabuty. Sahih Muslim. Kairo: Dar al-Hadith, 1412 H / 1991 M.
Suharsono. Melejitkan IQ, IE & IS. Jakarta: Insani Press, 2001.
Wensink, A. J. al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-faz al-Hadith al-Nabawiy. Leiden: E. J. Brill, 1967.
[1] Hasan Langgulung, Asas-asa Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), hal. 3
[2] Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibn Majah, Sunan Ibn Majah, vol. 1 (Bandung: Maktabah Dakhlan, T.Th), hal. 81.
[3] A. J. Wensink, al-Mu’jam al-Mufahrath li Al-faz al-Hadith al-Nabawiy, vol. 2 (Leiden: E. J. Brill, 1967), hal. 506.
[4] Ibid., vol. 6, hal. 147.
[5] Muhammad bin Ismail al-Bukhary, Sahih al-Jami, vol. 1 (Kairo: Maktabah al-Salafiyyah, 1400 H), 41
[6] Muslim bin Hajjaj bin Muslim al-Qushaity al-Naisabuty, Sahih Muslim, vol. 4 (Kairo: Dar al-Hadith, 1412 H / 1991 M), hal. 2074.
[7] Sulaiman bin al-Ashath al-Sijistany al-Azdy, Sunan Abu Dawud, vol. 4 (Beirut: Dar Ibn Hazm, 1418 H / 1997 M), hal. 40.
[8] Abu Isa Muhammad bin Iasa al-Tirmidhy, Sunan al-Tirmidhy (Riyad: Maktabat al-Ma’arif, T.Th), hal. 658.
[9] Yusuf al-Qardawy, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban, terj. Abad Badruzzaman (Yogya karta:Tiara Wacana, 2001), hal. 192-193.
[10] Al-Qur-an: 9 (al-Taubah) : hal. 122.
[11] Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003), hal. 136.
[12] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), hal. 28.
[13] Suharsono. Melejitkan IQ, IE & IS (Jakarta: Insani Press, 2001), hal. 108.
[14] Al-Qur-an: 18 (Al-Kahfi): hal. 60.
[15] Yahya bin Sharaf al-Nawaiy, al-Minhaj Sharh Sahih Muslim bin al-Hajjaj, vol. 17 (Kaoro: Mat}ba’ah al-Misriyyah, 1349 H / 1930 M),hal. 21.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar